Tulisan Republika tentang TDA
Kamis, 01 Februari 2007
RepublikaMinggu, 28 Januari 2007
Badroni Yuzirman Memprovokasi Orang Jadi Pengusaha
Tanggal 28 Januari 2007. Sebanyak 30 orang di-'wisuda' sebagai pengusaha tangan di atas. Itulah mereka, anggota komunitas bisnis Tangan di Atas (TDA) di wilayah Jabodetabek, yang melepaskan diri dari posisi tangan di bawah (TDB).Komunitas bisnis TDA terbentuk karena terinspirasi oleh Haji Ali. Adalah Badroni Yuzirwan yang bertemu dengan Haji Ali --ketua koperasi pedagang pasar Tanah Abang. Perkataan Pak Haji yang mengutip hadis Nabi mengenai kemuliaan tangan di atas diceritakan Badroni lewat blog. Banyak yang merespons. Kata sepakat dibuat: mengadakan talk show dengan menghadirkan sang inspirator.Sebanyak 40 orang berkumpul di sebuah restoran di Rawamangun, Jakarta Timur, menyimak talk show itu, pada 12 Januari 2006. Di acara inilah, istilah 'tangan di atas' diperluas maknanya sebagai pedagang. Bervisi menjadi tangan di atas atau menjadi pengusaha kaya yang gemar memberi kepada sesamanya. Para peserta ditantang untuk menunjukkan aksinya. Sebanyak 12 orang lantas merealisasikannya, membuka kios di Muslim Fashion Area, yang dibuka pada 1 Februari 2006.Di komunitas ini mereka berbagi pengalaman, saling mendorong mewujudkan tangan di atas. Badroni sebagai motor penggeraknya. Anggotanya kini mencapai 700 orang. Dari komunitas ini pula telah terbentuk beragam unit usaha. Mulai dari unit internet, garmen, seluler, sepatu sampai unit makanan. Di komunitas ini, anggota yang masih berbisnis secara sambilan disebut 'ampibi'. Sebutan 'tangan di bawah' (TDB) bagi anggota yang sudah berbisnis, tapi masih bekerja sebagai karyawan kantoran. Mereka yang benar-benar sudah berusaha penuh, tanpa ikatan pekerjaan lain, kemudian disebut 'tangan di atas' (TDA). Mereka yang sudah TDA inilah, yang hari ini di-'wisuda'.
Hikmah; selalu ada di balik kegagalan. Ada petunjuk di saat terjepit. Badroni merasakan itu. Saat usahanya di Pasar Tanah Abang kian tak menjanjikan, ia mulai berpaling. Kegemarannya berselancar di internet semasa menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti, Jakarta, memberi harapan baru. Ia membuat situs internet www.manetvision.com.\n\nTak ia nyana, penawaran busana muslim lewat internet itu berbuah manis. Hanya sekitar sepekan berselang, permintaan datang, lalu mengalir bak air sungai. Pria kelahiran Jakarta, 2 Mei 1973, ini akhirnya membuat blog, mengisahkan pengalaman dan alasannya memulai bisnis berbasis internet dan penjualan langsung dari rumah. Waktu berjalan, respons marak. Banyak yang tertarik melakukan aktivitas serupa. Sebuah komunitas pun lahir, komunitas bisnis Tangan di Atas (TDA).
1998. Roni --sapaan akrab Badroni-- lulus Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Trisakti. Multikrisis masa itu sama sekali tidak menguntungkan bagi sarjana baru mencari pekerjaan. Dia ingin membuka usaha, menciptakan lapangan pekerjaan. `'Saya berbisnis macam-macam tiga tahun,'' ungkapnya.
2001. Pernikahannya dengan Elly Febrita, adik kelasnya di Universitas Trisakti, membuat Roni meninggalkan bisnis `serabutan'. Bersama istrinya, ia membuka kios di Pasar Tanah Abang. Bermacam perlengkapan interior ia jajakan. Bisnis ini ternyata memberi harapan baru bagi pasangan pengantin baru ini.
2002. Pasangan muda ini mengembangkan sayap bisnis. Mereka menambah kios. Keduanya mulai merambah ke lahan baru: busana muslim. Kegigihan dekat dengan keberhasilan. Kios Roni di pasar itu bertambah menjadi tiga. ''Alhamdulillah,'' kata dia.
2003. Rupanya, gigih dalam berusaha saja tidak cukup. Pembeli mulai sepi. `'Saat itu, penjualan turun. Persaingan harga ketat,'' ujarnya. Saat bersamaan, terjadi musibah kebakaran Pasar Tanah Abang. Roni menggambarkan, terjadi tarik-menarik antara koperasi pedagang dan Pemprov DKI menyangkut pembangunan pasar. Dalam bahasa Roni, `'Ibaratnya gajah berantem, tikus yang kena.'' Usahanya terus menukik turun, sampai di titik rendah. "
Roni merenung. September tahun itu, ia memutuskan menawarkan barang dagangan yang tersisa lewat intenet. Penawaran mulai datang, tak hanya dari Jakarta, tapi juga dari luar Pulau Jawa. `'Mungkin Allah membimbing saya,'' kata dia.
2004. Selang enam bulan setelah bisnis lewat internet, ia memindahkan usahanya di garasi rumahnya, bilangan Pal Merah, Jakarta. Penghasilannya lewat bisnis internet melebihi penghasilan dari kiosnya di Tanah Abang. Pemesan pun melebar, bahkan dari luar negeri, seperti Singapura dan Malaysia. Roni meladeni pemesan lewat internet, istrinya, yang sehari-hari berbusana muslimah, merancang desain.
2005. Roni membuka blog di internet. Ia ingin membagi cerita pengalamannya kepada orang lain, orang-orang yang membutuhkan. Saat berjualan di Tanah Abang, dia mengisahkan, waktunya banyak terkuras. Ini membuatnya merasa tidak bisa berkembang. `'Waktu yang terkuras menyedot banyak energi,'' tuturnya.
Di blog itu ia memperkenalkan diri, 'Saya adalah pemilik dan pemimpin Manet Busana Muslim Plus. Sejak Maret 2004 saya dan istri memutuskan memulai bisnis menggunakan internet dan direct marketing dari rumah. Alasannya, Jakarta macet, banyak waktu terbuang dan saya memang malas bekerja keras. Alasan lainnya yang paling utama adalah: bisnis saya di Tanah Abang terancam bangkrut, bila hal ini tidak dilakukan secepatnya. Hasilnya, alhamdulillah, merupakan sebuah business breakthrough. Dari blog ini sudah terbentuk sebuah komunitas, namanya Komunitas Bisnis Tangan Di Atas (TDA) dan milis tangan di atas.''
Mizan, salah satu penerbit buku besar di negeri ini melirik TDA. `'Mizan berniat menerbitkan fenomena TDA dalam bentuk buku,'' jelas Roni. Lalu, apa sesungguhnya yang ia cari dengan tiap hari menulis di blog pribadi dan membentuk komunitas TDA? `'Ini panggilan jiwa, bagaimana bisa bermanfaat bagi orang lain,'' ujar pria yang belum dikarunia anak sejak hampir 6 tahun pernikahannya itu.
Roni kembali mengenang masa-masa ketika ia masih kuliah. Saat itu ia menyiratkan keinginan, suatu waktu dapat uang dari internet. `'Jalannya saya tidak tahu,'' ucapnya. Kini, jalan itu benar-benar terbuka. bur"
0 komentar:
Posting Komentar